Talk:Main Page
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2023 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN DAN PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2023 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN DAN PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat
(2), Pasal 57 ayat (5), dan Pasal 74 ayat (2) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasal 86 ayat (6) Peraturan
Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang
Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, perlu mengatur kembali sanksi administratif dalam pelaksanaan penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia;
b. bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pemberian sanksi
administratif, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6678); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6799); 6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2020 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 213);
7. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 108); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN DAN PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Calon Pekerja Migran Indonesia adalah setiap tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 2. Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. 3. Awak Kapal Niaga Migran adalah Pekerja Migran Indonesia yang dipekerjakan atau bekerja di atas kapal niaga berbendera asing oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. 4. Awak Kapal Perikanan Migran adalah Pekerja Migran Indonesia yang dipekerjakan atau bekerja di atas kapal perikanan berbendera asing oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. 5. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut P3MI adalah badan usaha berbadan hukum perseroan terbatas yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan Pekerja Migran Indonesia. 6. Pemberi Kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, dan/atau perseorangan di negara tujuan penempatan yang mempekerjakan Pekerja Migran Indonesia. 7. Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut Perjanjian Penempatan adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia dan Calon Pekerja Migran Indonesia yang memuat hak dan kewajiban setiap pihak, dalam rangka penempatan Pekerja Migran Indonesia di negara tujuan penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara Pekerja Migran Indonesia dan Pemberi Kerja yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban setiap pihak, serta jaminan keamanan dan keselamatan selama bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 9. Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut SIP3MI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada badan usaha berbadan hukum Indonesia yang akan menjadi P3MI. 10. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut BP2MI adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia secara terpadu. 11. Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut SIP2MI adalah izin yang diberikan oleh Kepala BP2MI kepada P3MI yang digunakan untuk menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia. 12. Atase Ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan yang ditempatkan pada perwakilan diplomatik tertentu yang proses penugasannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas di bidang ketenagakerjaan. 13. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perwakilan Republik Indonesia adalah perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara tujuan penempatan atau pada organisasi internasional. 14. Direktur Jenderal yang selanjutnya disebut Dirjen adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2 Pengenaan sanksi administratif dalam pelaksanaan penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia diberikan kepada: a. P3MI yang menempatkan Pekerja Migran Indonesia, Awak Kapal Niaga Migran, atau Awak Kapal Perikanan Migran; atau b. perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri yang menempatkan Pekerja Migran Indonesia, Awak Kapal Niaga Migran, atau Awak Kapal Perikanan Migran pada kapal berbendera asing.
BAB II JENIS SANKSI ADMINISTRATIF DAN PEJABAT YANG BERWENANG MENETAPKAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu Jenis Sanksi Administratif
Pasal 3 (1) Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada P3MI yang menempatkan Pekerja Migran Indonesia, Awak Kapal Niaga Migran, atau Awak Kapal Perikanan Migran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri atas: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia; c. pencabutan SIP3MI; dan/atau d. denda keterlambatan. (2) Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri yang menempatkan Pekerja Migran Indonesia, Awak Kapal Niaga Migran, atau Awak Kapal Perikanan Migran pada kapal berbendera asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berupa pencabutan izin tertulis penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikenakan berdasarkan rekomendasi dari: a. pimpinan unit yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan; b. BP2MI; c. kementerian/lembaga; d. Atase Ketenagakerjaan/pejabat yang ditunjuk pada Perwakilan Republik Indonesia; dan/atau e. dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan provinsi atau kabupaten/kota. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilengkapi dengan bukti pelanggaran.
Bagian Kedua Pejabat yang Berwenang Mengenakan Sanksi Administratif
Pasal 4 (1) Pejabat yang berwenang mengenakan sanksi administratif yaitu: a. Dirjen; dan b. Menteri. (2) Dirjen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang mengenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia; c. denda keterlambatan; dan/atau d. pencabutan izin tertulis penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri. (3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berwenang mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIP3MI.
BAB III TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu Umum
Pasal 5 (1) Dalam mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Dirjen melakukan pemanggilan paling sedikit 2 (dua) kali kepada P3MI atau perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri guna dilakukan klarifikasi. (2) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk sanksi administratif peringatan tertulis. (3) Dalam hal P3MI atau perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri telah dipanggil sebanyak 2 (dua) kali dan tidak hadir tanpa alasan atau keterangan yang sah, P3MI atau perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri dapat dikenakan sanksi administratif.
Pasal 6
(1) Dalam mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Dirjen dapat membentuk tim.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. Sekretariat Jenderal;
b. Inspektorat Jenderal;
c. Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan
Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja;
d. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja; dan
e. BP2MI.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas membantu dalam pengenaan sanksi administratif.
Pasal 7 Dirjen menyampaikan pemberitahuan kepada lembaga Online Single Submission bagi P3MI yang telah dikenakan sanksi administratif.
Bagian Kedua Sanksi Administratif Bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Paragraf 1 Peringatan Tertulis
Pasal 8 (1) Dirjen mengenakan sanksi administratif peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dalam hal P3MI tidak melaporkan: a. data keberangkatan, kepulangan, dan/atau perpanjangan Perjanjian Kerja Pekerja Migran Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan; dan/atau b. hasil monitoring terhadap Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia yang ditempatkan kepada Menteri. (2) Sanksi administratif peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. (3) Sanksi administratif peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh P3MI terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. (4) Dalam hal P3MI tidak melaksanakan kewajiban dalam waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau melakukan pelanggaran kembali ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dirjen mengenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia. (5) Format peringatan tertulis menggunakan Format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Paragraf 2 Penghentian Sementara Sebagian atau Seluruh Kegiatan Usaha Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Pasal 9 (1) Dirjen mengenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dalam hal P3MI: a. tidak memiliki SIP2MI dalam melakukan perekrutan atau penempatan Calon Pekerja Migran Indonesia, calon Awak Kapal Niaga Migran, atau calon Awak Kapal Perikanan Migran; b. melakukan perekrutan Calon Pekerja Migran Indonesia dalam hal SIP2MI telah dicabut; c. tidak melakukan seleksi pada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota atau layanan terpadu satu atap Pekerja Migran Indonesia; d. tidak melaporkan hasil seleksi Calon Pekerja Migran Indonesia pada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota; e. tidak mendaftarkan dan mengikutsertakan Calon Pekerja Migran Indonesia dalam orientasi pra pemberangkatan; f. tidak menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebelum bekerja; g. memberangkatkan calon Awak Kapal Niaga Migran yang tidak memiliki dokumen yang dipersyaratkan; h. melakukan perekrutan atau penempatan calon Awak Kapal Niaga Migran atau calon Awak Kapal Perikanan Migran yang tidak memiliki perjanjian keagenan; i. melakukan perekrutan atau penempatan Calon Pekerja Migran Indonesia tidak sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaan sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kerja; j. menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia untuk jabatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; k. menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia pada negara tertentu yang dinyatakan tertutup; l. menempatkan Pekerja Migran Indonesia pada Pemberi Kerja perseorangan tidak melalui mitra usaha di negara tujuan penempatan; m. tidak memberitahukan tentang kematian Pekerja Migran Indonesia kepada keluarganya paling lambat 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya kematian tersebut; n. tidak mencari informasi tentang sebab kematian dan memberitahukannya kepada pejabat Perwakilan Republik Indonesia dan anggota keluarga Pekerja Migran Indonesia yang bersangkutan; o. tidak memulangkan jenazah Pekerja Migran Indonesia ke tempat asal dengan cara yang layak serta menanggung semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan tata cara agama Pekerja Migran Indonesia yang bersangkutan; p. tidak mengurus pemakaman di negara tujuan penempatan Pekerja Migran Indonesia atas persetujuan pihak keluarga Pekerja Migran Indonesia atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan; q. tidak memberikan pelindungan terhadap seluruh harta milik Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia untuk kepentingan keluarganya; r. tidak mengurus pemenuhan semua hak Pekerja Migran Indonesia yang seharusnya diterima; s. tidak memulangkan Pekerja Migran Indonesia dalam hal berakhirnya Perjanjian Kerja, pemutusan hubungan kerja, mengalami kecelakaan kerja, dan/atau sakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan, dan/atau sebab lain yang menimbulkan kerugian Pekerja Migran Indonesia; t. tidak menyelesaikan permasalahan Pekerja Migran Indonesia yang ditempatkan; u. tidak menambah biaya keperluan penyelesaian perselisihan atau sengketa Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia jika deposito yang digunakan tidak mencukupi; v. membebankan komponen biaya penempatan yang telah ditanggung calon Pemberi Kerja atau Pemberi Kerja; w. membebankan biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan penempatan; x. tidak memberikan pelindungan kepada Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia termasuk Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran; dan/atau
y. melakukan pencairan deposito uang jaminan untuk penyelesaian permasalahan atau kasus Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf x diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf y diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. (4) Sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh P3MI terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. (5) Format Keputusan Dirjen tentang Penghentian Sementara Sebagian atau Seluruh Kegiatan Usaha Penempatan Pekerja Migran Indonesia menggunakan Format 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 10 Sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ditindaklanjuti dengan tunda pelayanan P3MI oleh BP2MI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 P3MI yang dikenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia wajib bertanggung jawab atas pemberangkatan Calon Pekerja Migran Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Penempatan.
Pasal 12 P3MI yang dikenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia dalam hal melakukan pencairan deposito uang jaminan untuk penyelesaian permasalahan atau kasus Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf y, P3MI dilarang untuk melakukan kegiatan penempatan terhadap Calon Pekerja Migran Indonesia termasuk memberangkatkan Calon Pekerja Migran Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Penempatan.
Pasal 13 (1) Selama menjalani masa sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia, P3MI dilarang melakukan seleksi atau kegiatan penempatan calon Pekerja Migran Indonesia. (2) Dalam hal P3MI melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mengenakan sanksi administratif pencabutan SIP3MI.
Pasal 14 (1) Dalam hal P3MI yang dikenakan sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia, telah memenuhi kewajiban sebelum masa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia berakhir, P3MI harus melapor secara daring dan/atau luring kepada Dirjen. (2) Berdasarkan laporan P3MI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dirjen melakukan pemanggilan kepada P3MI guna klarifikasi pemenuhan kewajiban. (3) Dalam hal P3MI dinyatakan telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dirjen menerbitkan keputusan pencabutan penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal 15 Pencabutan penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia oleh Dirjen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) ditindaklanjuti dengan pencabutan tunda pelayanan P3MI oleh BP2MI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 3 Pencabutan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Pasal 16 (1) Menteri mengenakan sanksi administratif pencabutan SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, dalam hal P3MI: a. tidak melaksanakan kegiatan penempatan Pekerja Migran Indonesia paling lama 1 (satu) tahun sejak SIP3MI diterbitkan; b. tidak melaksanakan kewajiban dalam waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3); c. melakukan pelanggaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) selama jangka waktu sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia belum berakhir; d. melakukan pelanggaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam periode paling lama 12 (dua belas) bulan; e. melakukan seleksi atau kegiatan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) selama menjalani masa sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia; atau f. tidak lagi memenuhi persyaratan SIP3MI termasuk tidak menyetorkan kembali deposito uang jaminan yang telah dicairkan untuk penyelesaian permasalahan atau kasus Calon Pekerja Migran Indonesia atau Pekerja Migran Indonesia paling lama 1 (satu) bulan. (2) Dalam hal SIP3MI telah dicabut, P3MI yang bersangkutan tetap berkewajiban untuk: a. memberangkatkan Calon Pekerja Migran Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Penempatan; b. menyelesaikan permasalahan yang dialami Calon Pekerja Migran Indonesia; c. menyelesaikan permasalahan yang dialami Pekerja Migran Indonesia di negara tujuan penempatan sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kerja Pekerja Migran Indonesia yang terakhir diberangkatkan; dan/atau d. mengembalikan SIP3MI kepada Menteri. (3) Bentuk Keputusan Menteri tentang Pencabutan SIP3MI menggunakan Format 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17 (1) P3MI yang telah dikenakan sanksi administratif pencabutan SIP3MI dapat mengajukan permohonan SIP3MI baru setelah melewati tenggang waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan SIP3MI. (2) Penanggung jawab P3MI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjadi penanggung jawab P3MI untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Paragraf 4 Denda Keterlambatan
Pasal 18 (1) Dirjen mengenakan sanksi administratif denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, dalam hal P3MI tidak menyampaikan pembaharuan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak akta pembaharuan data diterbitkan oleh instansi yang berwenang. (2) Pembaharuan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penanggung jawab dan/atau alamat P3MI. (3) Penghitungan sanksi administratif denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak hari ke-31 (tiga puluh satu) dan dibatasi sampai dengan hari ke-90 (sembilan puluh). (4) Besaran sanksi administratif denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan setiap 1 (satu) hari sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah). (5) Sanksi administratif denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayarkan ke kas negara melalui bank persepsi berdasarkan pemberitahuan pembayaran sanksi denda keterlambatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Dirjen. (6) Format Keputusan Dirjen tentang Denda Keterlambatan menggunakan Format 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 19 (1) P3MI yang tidak membayar sanksi administratif denda keterlambatan sampai batas akhir 90 (sembilan puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dikenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia. (2) Sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan. (3) P3MI yang dikenakan sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetap diwajibkan membayar denda keterlambatan. (4) Dalam hal P3MI tidak melaksanakan kewajiban dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi administratif pencabutan SIP3MI.
Bagian Ketiga Sanksi Administratif Bagi Perusahaan yang Menempatkan Pekerja Migran Indonesia untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri
Pasal 20 (1) Dirjen mengenakan sanksi administratif pencabutan izin tertulis penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dalam hal perusahaan tidak bertanggung jawab terhadap pelindungan: a. Pekerja Migran Indonesia yang ditempatkan di negara tujuan penempatan; atau b. Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran yang ditempatkan di kapal berbendera asing. (2) Format Keputusan Dirjen tentang Pencabutan Izin tertulis Penempatan untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri menggunakan Format 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 390), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
PENANGGUNG JAWAB
Pembuat Konsep
(Direktur Bina P2PMI)
Pengendali Aspek Teknis
(Dirjen Binapenta dan PKK)
Pengendali Aspek Hukum
(Kepala Biro Hukum)
Pengendali Administrasi
(Sekretaris Jenderal) PARAF
TANGGAL pada tanggal 6 Januari 2023
MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. IDA FAUZIYAH
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 2023
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 41
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum,
Reni Mursidayanti
NIP 19720603 199903 2 001
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PELAKSANAAN PENEMPATAN DAN
PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA
FORMAT SURAT DAN KEPUTUSAN
a. Format 1 Peringatan Tertulis
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 51 Telp. 5260482 Fax. (021) 5252730 Jakarta 12950 Jakarta,.....................
Nomor : Lampiran : Hal : Peringatan Tertulis
Yth. Direktur Utama PT ....................................................
Sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan Saudara yaitu …………… maka berdasarkan Pasal ….. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ....... Tahun …….. tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, perusahaan Saudara telah memenuhi unsur untuk dikenakan sanksi administratif peringatan tertulis kepada:
Nama Perusahaan : PT. ………………………………… Nomor SIP3MI : ……………………………………… Nama Penanggung Jawab : ……………………………………… Alamat : ……………………………………….
Paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya surat peringatan tertulis ini Saudara wajib melakukan: 1. ............................................................................................................. 2. ............................................................................................................. Apabila dalam jangka waktu tersebut Saudara tidak menyelesaikan kewajiban, maka kami mengenakan sanksi administratif berupa skorsing. Demikian surat peringatan ini dibuat untuk dapat dilaksanakan.
Direktur Jenderal,
…………………………………… NIP……………………………….
Tembusan:
1. Menteri Ketenagakerjaan RI;
2. Kepala BP2MI;
3. …………………;
4. dst
b. Format 2 Keputusan Dirjen tentang Penghentian Sementara Sebagian atau Seluruh Kegiatan Usaha Penempatan Pekerja Migran Indonesia
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
NOMOR TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEBAGIAN ATAU SELURUH KEGIATAN
PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA PT. ……………………………………
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ……… Nomor ......... tanggal ……. tentang ……………, PT. ………… telah memiliki perizinan berusaha sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia;
b. bahwa P3MI atas nama PT. ..... telah melakukan pelanggaran............. sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor.... Tahun … tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tercantum dalam Surat Peringatan Tertulis, sehingga P3MI telah memenuhi unsur untuk dikenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor.... Tahun … tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal tentang Penghentian Sementara
Sebagian atau Seluruh Kegiatan Usaha Penempatan
Pekerja Migran Indonesia PT...............;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6678); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6799); 6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ....... Tahun ….. tentang Tata cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun…..Nomor ...);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEBAGIAN ATAU SELURUH KEGIATAN USAHA PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA PT..............
KESATU : Mengenakan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia PT. …………......... selama ………. bulan sejak tanggal ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal ini. KEDUA : Selama masa pengenaan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia PT. ................. dilarang melakukan: a. ……………………………….; b. dst. KETIGA : Selama masa pengenaan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia PT. ……………berkewajiban untuk: a. ……………………………….; b. dst. KEEMPAT : Apabila masa pengenaan sanksi administratif penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia telah berakhir dan PT. ……… tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, maka PT.……. akan dikenakan sanksi administratif Pencabutan SIP3MI sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor.... Tahun … tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. KELIMA : PT. …………………..wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA. KEENAM : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal,
Direktur Jenderal,
…………………………………… NIP……………………………….
Tembusan: 1. Menteri Ketenagakerjaan RI; 2. Menteri Investasi/Kepala BKPM; 3. Kepala BP2MI; 4. …………………; 5. dst.
c. Format 3 Keputusan Menteri tentang Pencabutan SIP3MI
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENCABUTAN SURAT IZIN PERUSAHAAN PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA PT.……………
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan …… Nomor............. tentang …….,
PT. ………… telah memiliki perizinan berusaha sebagai Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia;
b. bahwa P3MI atas nama PT. ……………… telah melakukan pelanggaran...... sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor.... Tahun … tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sehingga telah memenuhi unsur untuk dikenakan sanksi administratif pencabutan SIP3MI;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tentang Pencabutan Surat Izin Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia
PT. ........; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6678); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6799); 6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ....... Tahun ….. tentang Tata cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun…..Nomor ...);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
PENCABUTAN SURAT IZIN PELAKSANA PENEMPATAN
PEKERJA MIGRAN INDONESIA PT. ......... KESATU
: Mengenakan sanksi administrasi pencabutan Surat Izin
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) Nomor ..... tanggal .. atas nama PT. ....... KEDUA
: Dengan dicabutnya SIP3MI, maka PT. ........ dilarang melakukan kegiatan penempatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia beserta peraturan pelaksanaannya.
KETIGA : PT. .......... berkewajiban untuk: a. memberangkatkan Calon Pekerja Migran Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Penempatan; b. menyelesaikan permasalahan yang dialami Calon Pekerja Migran Indonesia; c. menyelesaikan permasalahan yang dialami Pekerja Migran Indonesia di negara tujuan penempatan sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kerja Pekerja Migran Indonesia yang terakhir diberangkatkan; dan/atau d. (kewajiban lain sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan).
KEEMPAT
: Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja. KELIMA : PT. ........ dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha baru setelah melewati tenggang waktu 5 (lima) tahun dan Penanggung Jawab PT. ……….. dilarang menjadi penanggung jawab kegiatan usaha penempatan Pekerja Migran Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan. KEENAM : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,
IDA FAUZIYAH
Tembusan: 1. Menteri Investasi/Kepala BKPM; 2. Kepala BP2MI; 3. Kepala Perwakilan RI di Negara tujuan penempatan; 4. Kepala Dinas yang menyelenggarakan urusan pemeritahan bidang ketenagakerjaan di Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 5. Ketua Asosiasi P3MI; 6. Dirut PT. ....................
d. Format 4 Keputusan Dirjen tentang Denda Keterlambatan
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
NOMOR
TENTANG DENDA KETERLAMBATAN PERUSAHAAN PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PT. …)
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ……… Nomor ......... tanggal ……. tentang ……………, PT. ………… telah memiliki perizinan berusaha sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia;
b. bahwa P3MI atas nama PT. …….. telah melakukan pelanggaran tidak menyerahkan pembaruan data SIP3MI berupa … sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ... Tahun ... tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sehingga P3MI telah memenuhi unsur untuk dikenakan sanksi administratif denda keterlambatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal tentang Denda Keterlambatan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PT. …);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6678); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6799); 6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ....... Tahun ….. tentang Tata cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun…..Nomor ...);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TENTANG DENDA KETERLAMBATAN PERUSAHAAN PENEMPATAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PT. …).
KESATU : Mengenakan sanksi administratif denda keterlambatan kepada P3MI (PT. …) sebesar ………. . KEDUA : Denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dibayarkan ke kas Negara melalui bank persepsi atas nama … nomor rekening …. . KETIGA : P3MI (PT. …) wajib melaksanakan pembayaran denda keterlambatan terhitung mulai tanggal … (hari ke-31 (tiga puluh satu)) sampai dengan paling lambat tanggal … (hari ke90 (sembilan puluh)). KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal,
Direktur Jenderal,
……………………………………
Tembusan:
1. ……………………………………..; 2. …………………………………….;
3. dst.
e. Format 5
Keputusan Dirjen tentang Pencabutan Izin Penempatan untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA DAN
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
NOMOR TENTANG
PENCABUTAN IZIN PENEMPATAN UNTUK KEPENTINGAN PERUSAHAAN SENDIRI PT. ……………………………………
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor ......... tanggal ……. tentang ……………, PT. ………… telah memiliki izin sebagai perusahaan yang menempatkan Pekerja Migran
Indonesia untuk kepentingan perusahaan sendiri;
b. bahwa PT. .... telah melakukan pelanggaran............. sesuai dengan ketentuan Pasal ... Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor.... Tahun … tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sehingga PT...... telah memenuhi unsur untuk dikenakan sanksi administratif pencabutan izin penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal tentang
Pencabutan Izin Penempatan Untuk Kepentingan
Perusahaan Sendiri PT............... ;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6678);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6799); 5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor ....... Tahun ….. tentang Tata cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun…..Nomor ...);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TENTANG
PENCABUTAN IZIN PENEMPATAN UNTUK KEPENTINGAN
PERUSAHAAN SENDIRI PT.................
KESATU
: Mengenakan sanksi administratif pencabutan izin penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri PT. ………….........
KEDUA
: Dengan dicabutnya izin penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri, maka PT. ......... dilarang melakukan kegiatan penempatan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia beserta peraturan pelaksanaannya.
KETIGA : PT. ……………berkewajiban untuk: a. ……………………………….; b. dst. KEEMPAT
: Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja. KELIMA : PT. ........ wajib mengembalikan asli izin penempatan untuk kepentingan perusahaan sendiri PT........ kepada Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja.
KEENAM : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal,
Direktur Jenderal,
…………………………………… NIP……………………………….
Tembusan: 1. Menteri Ketenagakerjaan RI; 2. Kepala BP2MI; 3. …………………; 4. Dirut PT. .......
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd. IDA FAUZIYAH
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum,
Reni Mursidayanti
NIP 19720603 199903 2 001
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PASPOR BIASA DAN SURAT PERJALANAN LAKSANA PASPOR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.996, 2022 KEMENKUMHAM. Paspor Biasa. Surat Perjalanan Laksana Paspor. Perubahan.
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PASPOR BIASA DAN SURAT PERJALANAN LAKSANA PASPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik di bidang paspor dan memberikan kepastian hukum dalam pengenaan biaya beban, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, perlu mengubah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6660); 5. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 84); 6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 649); 7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 41 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1365);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PASPOR BIASA DAN SURAT PERJALANAN LAKSANA PASPOR.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 649) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. 2. Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu. 3. Surat Perjalanan Laksana Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Surat Perjalanan Laksana Paspor adalah dokumen pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama jangka waktu tertentu. 4. Affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau disatukan pada paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak berkewarganegaraan ganda dan memberikan fasilitas keimigrasian kepada pemegangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian adalah sistem teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi guna mendukung operasional, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi Keimigrasian. 6. Pejabat Imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian teknis Keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. 7. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah pegawai negeri sipil yang telah mengikuti pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia.
2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 (1) Permohonan Paspor biasa dapat diajukan oleh warga negara Indonesia: a. di wilayah Indonesia; atau b. di luar wilayah Indonesia. (2) Paspor biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Paspor biasa elektronik; dan b. Paspor biasa nonelektronik. (3) Paspor biasa elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas: a. Paspor biasa elektronik dengan menggunakan lembar laminasi; dan b. Paspor biasa elektronik dengan menggunakan lembar polikarbonat. (4) Paspor biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.
3. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2A (1) Masa berlaku Paspor biasa paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak diterbitkan. (2) Paspor biasa dengan masa berlaku paling lama 10 (sepuluh) tahun hanya diberikan kepada warga negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah menikah. (3) Masa berlaku Paspor biasa yang diterbitkan bagi anak berkewarganegaraan ganda tidak boleh melebihi batas usia anak tersebut untuk menyatakan memilih kewarganegaraannya. (4) Batas usia anak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4 Bagi warga negara Indonesia yang berdomisili atau berada di wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa diajukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk pada kantor imigrasi dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan dokumen kelengkapan persyaratan yang terdiri atas: a. kartu tanda penduduk yang masih berlaku; b. kartu keluarga; c. akte kelahiran, akte perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis; d. surat pewarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; dan f. Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki Paspor biasa.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5 Bagi anak warga negara Indonesia yang berdomisili atau berada di wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa diajukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk pada kantor imigrasi dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan: a. kartu tanda penduduk elektronik ayah atau ibu; b. kartu keluarga; c. akte kelahiran; d. fotokopi Paspor biasa ayah atau ibu bagi yang memiliki; e. Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki Paspor biasa; f. surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; g. surat pernyataan kedua orang tua yang menyatakan bertanggung jawab terhadap penggunaan dokumen perjalanan Republik Indonesia tersebut dengan mempertimbangkan ketentuan: 1. dalam hal kedua orang tua bercerai hidup, surat pernyataan ditandatangani oleh orang tua pemegang hak asuh anak berdasarkan penetapan pengadilan; 2. dalam hal kedua orang tua bercerai hidup dan permohonan diajukan oleh orang tua yang tidak mendapat hak asuh, surat pernyataan ditandatangani oleh kedua orang tua; 3. dalam hal kedua orang tua bercerai hidup dan perceraian hanya diputus cerai tanpa adanya penetapan mengenai hak asuh, surat pernyataan ditandatangani oleh kedua orang tua; 4. dalam hal kedua orang tua bercerai hidup dan salah satu orang tua tidak diketahui keberadaannya, surat pernyataan ditandatangani oleh orang tua yang keberadaannya diketahui serta memuat keterangan bahwa tidak ditemukannya keberadaan salah satu orang tua; 5. dalam hal salah satu orang tua meninggal/cerai mati, surat pernyataan dibuat oleh orang tua yang masih hidup dengan melampirkan surat kematian orang tua yang telah meninggal; 6. dalam hal kedua orang tua meninggal, surat pernyataan dibuat oleh keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas berdasarkan penetapan pengadilan mengenai perwalian anak dengan melampirkan surat kematian kedua orang tua; 7. dalam hal anak tersebut merupakan anak yatim piatu yang berada di panti asuhan atau yang dipelihara oleh negara, surat pernyataan dibuat oleh yayasan atau dinas sosial; dan 8. dalam hal anak tersebut merupakan anak yang diadopsi, surat pernyataan dibuat oleh orang tua asuh berdasarkan penetapan pengadilan.
6. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A Bagi anak berkewarganegaraan ganda yang berdomisili atau berada di wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa diajukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk pada kantor imigrasi dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan: a. kartu tanda penduduk elektronik ayah atau ibu warga Negara Indonesia; b. kartu keluarga; c. akte perkawinan atau buku nikah orang tua; d. akte kelahiran; e. izin tinggal keimigrasian ayah atau ibu orang asing; f. fotokopi Paspor biasa ayah atau ibu; g. bukti Affidavit bagi yang telah memiliki paspor kebangsaan atau bukti pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda; dan h. surat pernyataan kedua orang tua yang menyatakan bertanggung jawab terhadap penggunaan dokumen perjalanan Republik Indonesia tersebut.
7. Pasal 6 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8 Bagi anak berkewarganegaraan Indonesia yang berdomisili atau berada di luar wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa di luar wilayah Indonesia diajukan kepada Menteri atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan melampirkan persyaratan: a. Paspor biasa ayah dan/atau ibu warga negara Indonesia; b. akta kelahiran atau surat keterangan lahir dari perwakilan Republik Indonesia bagi anak yang lahir di luar wilayah Indonesia; c. Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki Paspor biasa; dan d. kartu penduduk negara setempat ayah atau ibu, bukti, petunjuk, atau keterangan yang menunjukkan bahwa pemohon bertempat tinggal di negara tersebut.
9. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10 (1) Bagi permohonan Paspor biasa yang diajukan secara elektronik, Pemohon harus mengisi aplikasi data dan mengunggah dokumen kelengkapan persyaratan pada laman resmi Direktorat Jenderal Imigrasi. (2) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah berhasil diunggah dokumen kelengkapan persyaratannya, diberikan kode pembayaran melalui pesan singkat dan/atau surat elektronik. (3) Pemohon yang telah mengisi aplikasi data dan menggunggah dokumen kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh pemberitahuan tanda terima permohonan dan dapat dicetak sebagai tanda bukti permohonan.
10. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14 (1) Dalam hal persyaratan belum lengkap atau belum sesuai, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk mengembalikan dokumen persyaratan permohonan kepada pemohon dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima. (2) Pengembalian dokumen persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan catatan atau penjelasan mengenai persyaratan yang belum dipenuhi atau perlu diperbaiki. (3) Pemohon harus melengkapi atau memperbaiki dokumen persyaratan permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal dokumen persyaratan dikembalikan kepada pemohon.
11. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20 Biaya penerbitan Paspor biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
12. Ketentuan ayat (1) Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22 (1) Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk menerbitkan Paspor biasa dalam waktu paling lama 4 (empat) hari kerja sejak selesainya pemeriksaan terhadap permohonan dan dokumen kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Batas waktu penerbitan Paspor biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Paspor biasa yang diterbitkan oleh Pejabat Dinas Luar Negeri. (3) Waktu penyelesaian penerbitan Paspor biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikecualikan bagi penerbitan Paspor biasa untuk alasan penggantian Paspor rusak, penggantian Paspor hilang, atau penggantian Paspor duplikasi.
13. Ketentuan ayat (2) Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23 (1) Paspor biasa yang telah selesai dapat diambil oleh: a. pemohon dengan menunjukan tanda bukti pembayaran dan bukti identitas yang sah; b. orang lain yang memiliki hubungan hukum kekeluargaan dengan pemohon dengan menunjukkan tanda bukti pembayaran, fotokopi kartu keluarga, dan kartu identitas pengambil yang sah; atau c. orang lain yang tidak memiliki hubungan hukum kekeluargaan dengan pemohon dengan menunjukkan tanda bukti pembayaran, surat kuasa, dan identitas pengambil yang sah. (2) Petugas yang ditunjuk menyerahkan Paspor biasa yang telah selesai kepada pihak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan mencatatnya dalam aplikasi.
14. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24 (1) Dalam hal terjadi perubahan data identitas diri pemegang Paspor biasa yang meliputi nama, tempat tanggal lahir atau jenis kelamin, pemohon dapat mengajukan penggantian Paspor biasa kepada Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi. (2) Prosedur perubahan data Paspor Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 melalui tahapan: a. pengajuan permohonan penggantian paspor; b. penelaahan pejabat imigrasi; c. persetujuan Kepala Kantor atau Pejabat Imigrasi; d. persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi; dan e. penerbitan paspor.
15. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26 (1) Penarikan Paspor biasa di wilayah Indonesia dilakukan oleh Kepala Kantor Imigrasi tempat Paspor biasa diterbitkan. (2) Penarikan Paspor biasa di luar wilayah Indonesia dilakukan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk pada Perwakilan Republik Indonesia domisili pemegang Paspor biasa. (3) Dalam hal pada Perwakilan Republik Indonesia belum ada Pejabat Imigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penarikan Paspor biasa dilakukan oleh Pejabat Dinas Luar Negeri.
16. Ketentuan Pasal 28 diubah, sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28 (1) Penarikan Paspor biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan penarikan Paspor biasa kepada pemegangnya. (2) Pemegang Paspor biasa yang mendapatkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan Paspor biasa kepada Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari. (3) Paspor Biasa yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan oleh: a. Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang memiliki tugas dan fungsi di bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian pada Kantor Imigrasi; atau b. Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri pada Perwakilan Republik Indonesia domisili pemegang paspor (4) Dalam hal pemegang Paspor biasa tidak menyerahkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan pencabutan Paspor biasa.
17. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29 Paspor biasa yang telah ditarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat diberikan kembali kepada pemegangnya oleh Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk, dalam hal: a. tidak terbukti melakukan perbuatan pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; b. red notice dicabut oleh interpol; atau c. namanya dicabut dari daftar pencegahan.
18. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 29A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29A (1) Paspor biasa yang telah ditarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat diberikan kembali oleh Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk kepada pemegangnya melalui mekanisme: a. permohonan pengembalian Paspor biasa oleh pemegangnya kepada Kepala Kantor Imigrasi penerbit Paspor biasa; b. pemeriksaan data pemegang paspor oleh: 1. Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan penindakan Keimigrasian pada kantor imigrasi; atau 2. Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri pada Perwakilan Republik Indonesia domisili pemegang Paspor. c. persetujuan Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri pada Perwakilan Republik Indonesia domisili pemegang Paspor; d. penyerahan Paspor biasa kepada pemegangnya; dan e. penandatanganan tanda terima Paspor biasa oleh pemegangnya. (2) Pemeriksaan data pemegang Paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan terhadap: a. putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan pemegang Paspor biasa tidak terbukti melakukan perbuatan pidana; b. daftar red notice interpol; atau c. daftar pencegahan.
19. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41 (1) Dalam hal dari hasil pemeriksaan diperoleh petunjuk Paspor biasa hilang atau rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c dan huruf d disebabkan karena keadaan kahar yang dialami oleh yang bersangkutan, dapat diberikan penggantian langsung dan tidak dikenakan biaya beban. (2) Penggantian Paspor biasa karena hilang atau rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c dan huruf d yang disebabkan karena kekurang hati-hatian dan terjadinya kehilangan di luar kemampuan pemegangnya, dapat diberikan penggantian Paspor biasa setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Imigrasi dan membayar biaya beban.
20. Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 41A dan Pasal 41B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41A Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat memberikan penangguhan penggantian Paspor biasa hilang atau rusak paling singkat 6 (enam) bulan sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun dalam hal ditemukan adanya unsur kecerobohan atau kelalaian disertai alasan yang tidak dapat diterima.
Pasal 41B Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat menolak permohonan penggantian Paspor biasa dalam hal pemohon belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.
21. Ketentuan Pasal 61 diubah, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61 (1) Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk bertanggung jawab atas pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor. (1) Pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 10 (sepuluh) pasal yakni Pasal 61A, Pasal 61B, Pasal 61C, Pasal 61D, Pasal 61E, Pasal 61F, Pasal 61G, Pasal 61H, Pasal 61I, dan Pasal 61J, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61A Pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor terdiri atas: a. blangko Paspor biasa elektronik dengan menggunakan lembar laminasi; b. blangko Paspor biasa elektronik dengan menggunakan lembar polikarbonat; c. blangko Paspor biasa nonelektronik; d. Surat Perjalanan Laksana Paspor; dan/atau e. pas lintas batas.
Pasal 61B (1) Dalam menetapkan kuantitas pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor mengacu pada analisa kebutuhan. (2) Analisa Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. distribusi oleh Direktorat Jenderal Imigrasi; b. penerbitan di kantor imigrasi; dan c. penerbitan Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor warga negara Indonesia di Perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 61C (1) Analisa kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61B diambil dari data distribusi dan/atau data penerbitan dengan memperhatikan: a. ketersediaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor harus memenuhi kebutuhan distribusi selama 18 (delapan belas) bulan dari pengadaan tahun berjalan; dan b. jumlah distribusi dan/atau penerbitan untuk periode sebelumnya. (2) Dalam keadaan tertentu, analisa kebutuhan dapat didasarkan pada kebijakan pelayanan penerbitan Paspor yang ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
Pasal 61D Pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor merupakan dokumen negara yang memuat informasi yang bersifat rahasia dapat dilakukan melalui penunjukan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61E Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat melakukan pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor melalui tender/lelang umum dalam hal: a. tidak tercapai nilai penawaran di bawah dan/atau sama dengan harga perkiraan sendiri; atau b. pertimbangan lain yang mendesak yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
Pasal 61F (1) Dalam melakukan penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61D, Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk membentuk kelompok kerja pemilihan. (2) Pembentukan dan tata kerja kelompok kerja pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pasal 61G Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk menetapkan penyedia blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor melalui penunjukan langsung berdasarkan hasil pemilihan kelompok kerja pemilihan.
Pasal 61H Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat pembuat komitmen yang ditunjuk untuk menandatangani kontrak pengadaan blangko Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor.
Pasal 61I (1) Pejabat pembuat komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61H melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pejabat pembuat komitmen dalam penugasannya dalam membentuk harga perkiraan sendiri dapat dibantu oleh tenaga ahli independen.
Pasal 61J Penyedia menyerahkan dokumen dan hasil pekerjaan pengadaan blangko Paspor biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor sesuai dengan kontrak kepada pejabat pembuat komitmen. Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY